Nikmatnya Bersyukur
Kunci sukses dalam hidup hanya Bersyukur & Berusaha
Hal yang berat terasa Ringan . . .
Hal yang sulit terasa Mudah . . .
Tapi kenapa kita sulit untuk bersyukur ???
Al Imam Ibnu Qudamah ra menjelaskan
bahwa rasa syukur tidak akan menyampaikan tingkat kesempurnaan melainkan dengan mengetahui
apa yang dicintai oleh Allah SWT, sehingga wajar jika beliau mengatakan:
“Ketahuilah bahwa syukur dan tidak
kufur tidak akan sempurna melainkan dengan mengetahui segala apa yang dicintai
oleh Allah SWT. Makna syukur adalah mempergunakan segala karunia Allah Ta’ala
kepada apa yang dicintai-Nya dan kufur nikmat adalah sebaliknya. Bisa juga
dengan tidak memanfaatkan nikmat tersebut atau mempergunakan pada apa yang
dimurkai-Nya.”
Di tinjau dari sudut lughawisyukur
secara bahasa berarti nampak bekas makan pada badan binatang dengan jelas.
Binatang yang syakur artinya apabila nampak pada kegemukan
karena makan melebihi takarannya. Sedangkan syukur dalam tinjauan syara’diartikan
dengan nampaknya pengaruh nikmat Allah SWT., atas seorang hamba melalui lisan
dengan cara memuji dan mengakuinya, melalui hati dengan cara meyakini dan
cinta, serta melalui anggota badan dengan penuh ketundukan serta ketaatan nya.
Sementara itu pendapat yang lain juga mengemukakan defenisi syukur, di
antaranya:
1. Mengakui akan nikmat yang
dikaruniakan dengann penuh ketundukan (hanif).
2. Memuji (hamdalah) yang
memberi nikmat atas nikmat yang diberikannya.
3. Cinta hati (mahabbah al qulb) kepada
yg memberi nikmat dan anggota badan dengan ketaatan serta lisan dengan cara
memuji dan menyanjungnya.
4. Menyaksikan (syahadah) kenikmatan
dan menjaga keharaman (wara’).
5. Mengetahui kelemahan diri dari
bersyukur.
6. Menyandarkan nikmat tersebut kepada
pemberi dengan ketenangan (qalbun salaim).
7. Melihat diri sendiri orang yang
tidak pantas untuk mendapatkan nikmat.
8. Mengikat nikmat yang ada dan mencari
nikmat yang tidak ada.
Banyak definisi para ulama tentang
syukur akan tetapi semuanya bisa saja dikembalikan kepada penjelasan I bnul
Qayyim sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Namun yang jelas syukur
merupakan terminologi
sebuah istilah yang digunakan pada pengakuan dan
pengetahuan akan sebuah nikmat. Karena mengetahui nikmat merupakan jalan(thariqah) untuk
mengetahui Dzat yang memberi nikmat yaitu Allah SWT, sehingga Beliau menamakan
Islam dan Iman dalam Al Qur`an dengan syukur. Dari sini diketahui bahwa
mengetahui sebuah nikmat merupakan rukun dari rukun-rukun syukur itu sendiri.
Dengan demikian jika seorang mengetahui sebuah nikmat maka seyogianya
mengetahui siapa yang memberi nikmat itu sendiri, saat seseorang telah
mengetahui siapa yang memberi nikmat itu sudah tentu akan mencintainya dan akan
terdorong untuk bersungguh-sungguh mensyukuri nikmatnya.
Ø
Hakikat Syukur
Jika dilihat dari defenisi syukur di
atas, maka sesungguhnya hakikat syukur akan memiliki 3 makna, yaitu:
1.Menerima
nikmat tersebut dengan menampakkan butuh kepadanya, dan sampainya nikmat
tersebut kepadanya bukan sebagai satu keharusan hak bagi Allah SWT., dan tanpa
membeli dengan harga.
2. Mengetahui adalah sebuah nikmat,
dengan pengertian lain akan menghadirkan dalam benak mempersaksikan dan
memilahnya. Hal ini akan bisa terwujud dalam benak sebagaimana terwujud pada
kenyataan. Sebab banyak orang yang jika kita berbuat baik kepadanya namun dia tidak
mengetahui. Gambaran ini bukan termasuk dari rasa syukur.
3. Memuji yang memberi nikmat. dalam
hal ini ada dua bentuk yaitu umum (‘am) dan khusus (khas).
Pujian yang bersifat umum adalah menyifati pemberi nikmat degan sifat dermawan
kebaikan luas pemberian dan sebagainya. Pujian yang bersifat khusus adalah
menceritakan nikmat tersebut dan memberitahukan bahwa nikmat tersebut sampai
kepada dia karena sebab Sang Pemberi tersebut, sebagaimana dalam firman Allah
SWT dalam QS. Ad Dhuha ayat:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan adapun
tentang nimat Tuhanmu maka ceritakanlah.”
Sehingga menceritakan nikmat
termasuk syukur, dengan menceritakan nikmat yang didapatkan kepada orang lain
termasuk dalam kategori syukur. Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW:
مَنْ صَنَعَ إِلَيْهِ مَعْرُوْفًا فَلْيَجْزِ بِهِ
فَإِنْ لَمْ يَجِدْ مَا يَجْزِي بِهِ فَلْيُثْنِ فَإِنَّهُ إِذَا أَثْنَى عَلَيْهِ
فَقَدْ شَكَرَهُ وَإِنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ وَمَنْ تَحَلَّى بِمَا لَمْ
يُعْطَ كَانَ كَلاَبِسِ ثَوْبَيْ زُوْرٍ
“Barangsiapa
yang diberikan kebaikan kepadanya hendaklah dia membalas dan jika dia tidak
mendapatkan sesuatu utuk membalas hendaklah dia memujinya.
Oleh karenanya jika memuji ketika
diberi nikmat sungguh telah berterimakasih dan jika menyembunyikannya sungguh
telah kufur, dan barangsiapa yang berselimut dengan sesuatu yang
tidak diberi sama halnya dengan orang yang memakai dua baju kebohongan. Para
ulama berpendapat bahwa dalam rangka menceritakan nikmat yang diperintahkan
dalam ayat ini ada dua pendapat, yaitu:
1. Menceritakan nikmat yang dimaksud
dalam ayat ini adalah berdakwah di jalan Allah SWT., menyampaikan risalah-Nya
dan mengajarkan umat manusia agar selalu bersyukur.
2. Menceritakan akan nikmat tersebut
dan memberitahukannya kepada orang lain seperti dengan ungkapan bahwa: Tuhan
telah memberiku nikmat demikian dan demikian.
Pendapat tersebut di atas Al Imam
Ibnul Qayyim ra mentarjih dengan perkataan beliau:
“Yang benar ayat ini mencakup kedua
makna tersebut, karena masing-masing adalah nikmat yang diperintahkan untuk
mensyukuri dengan jalan menceritakan dan menampakkannya adalah sebagai wujud
kesyukuran.” Bahakan beliau berkata dalam sebuah atsar yang
lain dan marfu’ disebutkannya”:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيْلَ لَمْ يَشْكُرِ
الْكَثِيْرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللهَ، وَالتَّحَدُّثُ
بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهُ كُفْرٌ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ
عَذَابٌ
“Barangsiapa
tidak mensyukuri yang sedikit maka dia tidak akan mensyukuri atas yang banyak
dan barangsiapa yang tidak berterimakasih kepada manusia maka dia tidak
bersyukur kepada Allah SWT. Menceritakan sebuah nikmat kepada orang lain
termasuk dari syukur dan meninggalkan adalah kufur bersatu adalah rahmat dan
bercerai berai adalah azab.” (Lihat Madarijus Salikin 2/248).
Ø Jalan Menuju Syukur
Jalan menuju bersyukur adalah
sebagai alat untuk melakukan syukur itu sendiri, oleh sebab itu Al Imam Ibnu
Qudamah ra menjelaskannya sebagai berikut:
“Syukur bisa dilakukan dengan
hati(bil qalb), lidah (bi lisan) dan anggota badan (aljism).
Adapun dengan hati adalah berniat untuk melakukan kebaikan dan menyembunyikan
pada khayalak ramai. Adapun dengan lisan adalah menampakkan kesyukuran itu
dengan cara memuji Allah SWT., artinya dengan menampakkan keridhaan kepada
Allah SWT. Hal ini sejalan sabda Rasulullah SAW”:
التَّحَدُّثُ بِالنِّعَمِ شُكْرٌ وَتَرْكُهُ كُفْرٌ
“Menceritakan
nikmat itu adalah wujud kesyukuran dan meninggalkannya adalh wujud kekufuran.
Bersykur dengan anggota badan dengan
cara mempergunakan dalam ketaatan kepada a dan Allah SWT, menjaga diri dari
berbuat maksiat seperti nikmat kedua mata dengan cara menutup tiap aib yang
dilihat pada diri seorang muslim, kedua telinga menutup tiap aib yang didengar.
Al Imam Ibnul Qayyim menjelaskannya:
“Syukur itu bisa dilakukan oleh hati
dgn tunduk dan kepasrahan oleh lisan dgn mengakui ni’mat tersebut dan oleh
anggota badan dgn ketaatan dan penerimaan.
Ø Tingkatan Syukur
Syukur memiliki tiga tingkatan,
yaitu:
1. Bersyukur mendapatkan apa yang
disukai, tingkat syukur ini bisa juga dilakukan orang Islam dan non Islam
seperti Yahudi dan Nasrani bahkan Majusi. Namun Al Imam Ibnul Qayyim ra telah
menjelaskan:
“Jika engkau mengetahui hakikat
syukur dan di antara hakikat syukur adl menjadikan ni’mat Imamtersebut membantu
dlm ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencari ridha-Nya niscaya
engkau akan mengetahui bahwa kaum musliminlah yg pantas menyandang derajat
syukur ini”.
Siti ‘Aisyah ra telah menulis surat
kepada Mu’awiyah ra sebagai berikut:
“Sesungguh tingkatan kewajiban yang
paling kecil atas orang yang diberi nikmat adalah tidak menjadikan nikmat
tersebut sebagai jembatan untuk bermaksiat kepada Allah SWT.
2. Mensyukuri sesuatu yang tidak
disukai, bagi orang yang melakukan jenis syukur ini adalah orang yang sikap
sama dalam semua keadaan sebagai bukti keridhaannya. Al Imam Ibnul Qayyim ra
telah menjelaskan:
“Bersyukur atas sesuatu yang tidak
disukai lebih berat dan lebih sulit dibandingkan mensyukuri yang disenangi,
oleh sebab itulah syukur yang kedua ini di atas jenis syukur yang pertama.
3. Seseorang seolah-olah tidak
menyaksikan dalam kehidupannya kecuali Yang memberi kenikmatan itu sendiri
yaitu Allah SWT, artinya bila melihat yang memberi kenikmatan dalam rangka
ibadah dia akan menganggap besar nikmat tersebut. Dan bila dia menyaksikan yang
memberi kenikmatan karena rasa cintanya niscaya semua yang berat akan terasa
manis baginya.
Ø Korelasi Manusia & Syukur
Sebagaimana yang diketahui bahwa
syukur merupakan salah satu sifat yang terpuji dan sifat yang dicintai oleh
Allah SWT, akan tetapi tidak semua orang bisa mendapatkannya, dengan arti kata
lain ada yang diberi oleh Allah SWT dan ada pula yang tidak. Sehingga dapat
dikatakan bahwa manusia dan syukur terbagi menjadi tiga golongan:
- Orang yang mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.
- Orang yang menentang nikmat yang diberikan alias kufur nikmat.
- Orang yang berpura-pura syukur padahal dia bukan orang yang bersyukur, sehingga yang seperti ini diumpamakan dengan orang yang berhias dengan sesuatu yang tidak dia tidak milik.
Ø Argumentasi Harus Bersyukur.
Diantara dalil yang dapat
dikemukakan kewajiban bersyukur adaalah:
وَاشْكُرُوا لِلهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Bersyukurlah
kalian kepada Allah jika hanya kepada-Nya kalian menyembah.”
فَاذْكُرُوْنِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلاَ
تَكْفُرُوْنِ
“Maka ingatlah kalian kepada-Ku
niscaya Aku akan mengingat kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Ku dan jangan
kalian kufur.”
وَاعْبُدُوْهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Dan
sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya dan kepada-Nya kalian dikembalikan.”
وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاكِرِيْنَ
“Dan Allah akan membalas orang-orang
yg bersyukur.”
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ
لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ
“Dan
ingatlah ketika Rabb kalian memaklumkan: Jika kalian bersyukur niscaya Kami
akan menambah dan jika kalian mengkufuri sungguh azab-Ku sangat pedih.”
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia
berkata:
أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَقُوْمُ مِنَ اللَّيْلِ حَتَّى تَتَفَطَّرَ قَدَمَاهُ، فَقَالَتْ
عَائِشَةُ: لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَقَدْ غَفَرَ اللهُ لَكَ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ؟ قَالَ: أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُوْنَ
عَبْدًا شَكُوْرًا؟
“Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun di malam hari sampai pecah-pecah kedua
kaki beliau lalu ‘Aisyah berkata: ‘Ya Rasulullah kenapa engkau melakukan yg
demikian padahal Allah telah mengampuni dosamu yg telah lewat dan akan datang?’
Beliau menjawab: ‘Apakah aku tdk suka menjadi hamba yg bersyukur?’”
Masih banyak dalil lain yg
menjelaskan tentang keutamaan syukur dan anjuran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan Rasul-Nya. Semoga apa yg dibawakan di sini mewakili yg tdk disebutkan.
Ø Akibat Tidak
Bersyukur
Yang tdk bersyukur lbh banyak dari
yg bersyukur. Hal ini tdk bisa dipungkiri oleh orang yg berakal bersih.
Sebagaimana orang yg ingkar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lbh banyak dari yg
beriman. Demikianlah keterangan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dlm firman-Nya:
وَقَلِيْلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ
“Dan sedikit dari hamba-hambaKu yg
bersyukur.”
Sebuah peringatan tentu akan
bermanfaat bagi orang yg beriman. Di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
memperingatkan dari kufur ni’mat setelah memerintahkan utk bersyukur dan
menjelaskan keutamaan yang akan di dapati sebagaimana penjelasan Al-Imam As-Sa’di
rahimahullahu dalam tafsir beliau:
“Jika seseorang bersyukur niscaya
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengabadikan ni’mat yg dia berada pada dan
menambah dgn ni’mat yg lain.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ
لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ
“Dan Rabb kalian telah mengumumkan
jika kalian bersyukur niscaya Kami akan menambah dan jika kalian mengkufuri
sungguh azab-Ku sangat pedih.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu
menjelaskan:
“Jika kalian mengkufuri ni’mat
menutup-nutupi dan menentang mk yaitu dgn dicabut ni’mat tersebut dan siksa
Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpa dgn sebab kekufurannya.Dan disebutkan dlm
sebuah hadits: ‘Sesungguh seseorang diharamkan utk mendapatkan rizki krn dosa
yg diperbuatnya’.”